Berita Utama HUKRIM PENDIDIKAN

PT Freeport Kebal Hukum, Akademisi Angkat Bicara

Dr. Very Y. Londa, S.sos
Dr. Very Y. Londa, S.sos

Inimanado- Terkait polemik PT Freeport dengan Pemerintah Pusat/Indonesia yang sampai saat ini belum ada titik terang, membuat akademisi Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Dr. Very Y. Londa, S.sos, Msi turut angkat bicara, Senin (27/02).

Menurutnya, PT Freeport harus taat akan aturan yang dibuat oleh Pemerintah, apalagi sudah tercantum dalam Undang – undang mineral dan batubara (minerba).

“Regulasi tersebut masih menjadi polemik. Dimana, perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) ini, masih belum legowo soal produk hukum yang menganjurkan, perubahan status kontrak kerja (KK) PT Freeport menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK),” tutur Londa sapaan akrabnya.

Lanjut dikatakan Dosen Ilmu Administrasi Publik ini, dengan IUPK Pemerintah akan lebih kuat dalam menjalankan kebijakan yang sebenarnya. Bahkan, akan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dilanggar dalam perjanjian sebelumnya.

“Kontrak kerja dalam bentuk KK, memiliki kelemahan dalam hal kebebasan berkontrak. Namun, bentuk perjanjian yang bersifat dinamis. Artinya, akan ada butir-butit perjanjian yang dapat direnegosiasi. Misalnya, luas wilayah, tenaga kerja, royalti, masa kontrak, pajak, pengembangan wilayah usaha, domestik markey obligation dan saham,” ujar Londa.

Tambah dikatakan Doktor Administrasi Publik Alumni Universitas Padjajaran Bandung itu, lemahnya KK Indonesia dengan Freeport terletak pada 100 persen modal asing. Kerjasama yang bertentangan dengan hakekat KK yang sebenarnya tentang patungan-patungan. “Bahwasannya, esensi undang – undang kita yang mengharuskan semua warga negara memiliki hak untuk mrngelola sumber daya alam. Namun pada kenyataan, seakan bias,” ungkap Londa.

Pakar Kebijakan Publik ini pun mengingatkan, bahwa posisi saat ini adalah cerminan pasal 33 UUD 1945, yang dimaksud semua dikuasai oleh negara, dan dikelola untuk sebesar-besarnya. Akan tetapi kemakmuran rakyat tak hadir dalam KK Indonesia dengan Freeport.

“Pemerintah wajib membuahi kebijakan yang harus memihak pada kemakmuran Rakyat dan melindungi kepentingan pemodal dalam Negeri. Sebab, pertambangan adalah aset besar Indonesia. Kontrak kerja bentuk IUPK adalah logis, karena dalam KK yang berlaku antara Pemerintah dengan Freeport sebenarnya banyak melanggar aturan yang seharusnya dipenuhi sebagai sebuah perjanjian KK. Dengan IUPK Pemerintah akan lebih kuat dalam menjalankan kebijakan yang sebenarnya. Serta, memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dilanggar dalam perjanjian sebelumnya,” pungkas Londa.
(dyL)