Berita Utama DINAMIKA DAERAH

Ketum DPP Peradin : Polisikan Oknum Pengacara Ilegal

Logo Peradin
Logo Peradin

Inimanado – Pihak DPP Precoution Advokat Indonesia (Peradin) angkat bicara soal adanya skandal oknum pengacara ilegal di Kota Manado. Bahkan pihak persatuan pengacara Indonesia ini meminta supaya pengacara-pengacara yang ada di Kota Manado mempidanakan oknum pengacara ilegal tersebut.

Menurut Ketum DPP Peradin, Adv Samuel Kikilaiteti SH, penggunaan predikat pengacara tetapi yang bersangkutan tidak terdaftar sebagai pengacara terlebih belum diambil berita acara sumpah dan pelantikan oleh pengadilan tinggi, merupakan perbuatan melawan hukum. Sehingga dia meminta pengacara di Kota Manado mempolisikan oknum pengacara ilegal tersebut.

Dia menjelaskan untuk menjadi seorang pengacara harus memiliki gelar akademik sarjana hukum minimal S1 dan usiannya harus sudah 25 tahun dan dilantik oleh pihak pengadilan tinggi. Bila hal hal ini belum dipenuhi, maka jangan sekali-kali menggunakan predikat pengacara, terlebih telah beracara dalam sidang perkara.

Samuel Kikilaiteti berpendapat, bila kasus ini diseriusi dan ditinkalanjuti hingga ke pihak yang berwajib, maka ini bisa menghambat atau mengantisipasi terjadinya kasus yang sama. Samuel Kikilaiteti sendiri sangat menyayangkan hal ini karena ini dianggapnya sebagai tindakan yang dapat menimbulkan kerugian pada banyak pihak termasuk kalangan pengacara dan klien sendiri.

Sebagaimana diketahui, Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BP3A) Sulawesi Utara yang dipimpin Erni Tumundo tercoreng dan dinilai melanggar konstitusi undang-undang Advokat nomor 18 tahun 2003. Lembaga ini menggunakan pengacara dalam suatu perkara di pengadilan padahal yang bersangkutan belum memenuhi syarat sebagai seorang pengacara.

Hal ini terungkap dalam suatu sidang pengadilan, sehingga oknum pengacara  yang berindisial PAS alias Putra  diusir dari ruangan sidang oleh hakim, karena saat diminta surat berita acara sumpah dari Pengadilan Tinggi, yang bersangkutan tidak mampu menunjukan apa yang diminta oleh hakim.

Kondisi ini mendapat kecaman dari sejumlah advokad dan sejumlah LSM termasuk Gerakan Sulut Membangun (GSM) yang dipimpin Pdt Herman Latuhihamalo dan Rizal Tawaluyan. Mereka menilai, lembaga sebesar Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak, harusnya selektif dan profesional dalam menunjuk kuasa hukum, agar tidak membuat blunder dalam suatu proses perkara hingga membuat lembaga tersebut tercoreng.(frani)