Berita Utama MINSEL

Franny Sengkey Ungkap Potensi Kerawanan Dalam Penyelenggaraan Pilkada 2020

Anggota Bawaslu Minsel Franny Sengkey SE
Anggota Bawaslu Minsel Franny Sengkey SE

Iniminsel – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel) memerkirakan setidaknya ada empat tahapan pemilihan kepala daerah (pilkada) yang memiliki potensi kerawanan. Yakni tahap pencalonan, pemutakhiran data dan penyusunan daftar pemilih, kampanye, serta tahap pemungutan dan penghitungan suara.

Menurut Anggota Bawaslu Kab. Minsel Franny Sengkey, pada masa pencalonan kepala daerah, terdapat empat potensi sumber kerawanan. Antara lain jika terjadi kurangnya jumlah dukungan sesuai ketentuan, dukungan ganda, adanya dualisme kepengurusan parpol, dualisme pengusungan calon oleh parpol, serta sengketa penetapan calon.

“Untuk menghadapinya, maka penyelenggara Pemilu perlu cermat menghitung perolehan kursi dan suara untuk dukungan dari parpol. Kemudian harus cermat menghitung jumlah dan sebaran serta kegandaan dukungan untuk calon perseorangan,” ujarnya, Senin (13/1).

Terkait keabsahan kepengurusan parpol, kata Franny Sengkey selaku Koordinator Divisi Hukum, Penanganan Pelanggaran, Penyelesaian Sengketa dan Hubungan Masyarakat Bawaslu Kab. Minsel, penyelenggara pilkada juga perlu memastikan keabsahan kepengurusan mengacu pada surat keputusan (SK) yang dikeluarkan oleh DPP parpol yang telah mendapat legalisasi dari Kemenkum HAM. Kemudian keabsahan pengusulan calon mengacu pada persetujuan DPP parpol peserta pilkada.

Terkait Itu, Sesuai Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU), maka yang berhak mengajukan pasangan calon adalah kepengurusan yang mengantongi keputusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Jika tidak, maka perlu ada kepastian pihak yang bersengketa menyatakan islah.

“Jadi hal-hal ini perlu diperhatikan penyelenggara Pemilu. Karena Pendaftaran pasangan calon akan digelar oleh KPU pada tanggal 16 Juni 2020 – 18 Juni 2020,” ujar Sengkey.

Pada masa tahapan pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih, katanya, ada tiga potensi kerawanan. Masing-masing dapat diakibatkan kualitas daftar penduduk pemilih potensial pemilu (DP4) yang buruk, pencocokan dan penelitian data pemilih yang tidak maksimal dan mobilisasi pemilih dari daerah tetangga dengan menggunakan surat keterangan domisili.

Guna mengantisipasinya, Bawaslu juga telah menyiapkan sejumlah langkah yang perlu dipedomani penyelenggara pilkada di daerah. Antara lain, DP4 yang diserahkan ke KPU harus sudah dikonsolidasi, verifikasi dan validasi. DP4 juga harus dipastikan berisi data potensial pemilih baru sejak hari pemungutan suara pemilu atau pemilihan terakhir sampai hari pemungutan suara pemilihan yang akan diselenggarakan.

“DP4 yang diserahkan harus memuat nomor urut, NIK, nomor KK, nama lengkap, tempat lahir, tanggal lahir, umur, jenis kelamin, status kawin, alamat jalan, RT, RW dan jenis disabilitas. DP4 dilengkapi rekap dan soft copy dalam format excel. Jadi digunakan sidalih (sistem daftar pemilih) pilkada. Coklit daftar pemilih dilakukan terpisah dengan coklit dukungan calon sehingga beban kerja PPS lebih ringan,” ujar Sengkey.

Sedangkan untuk mengantisipasi mobilisasi pemilih dari luar daerah, Sengkey mengungkapkan, perlu memastikan bukti domisili berupa KTP. “Sehingga tertutup peluang warga dari daerah lain menggunakan surat keterangan domisili,” pungkasnya. (Yudi)